Minggu, 04 Juli 2010

Penyebaran Penyakit Infeksi Bakteri Neisseria gonorrhoeae Pada Pekerja Seks Komersial Wanita Di Lokalisasi Puger Jember

Muhammad Ali Shodikin*, Johny S Erlan**, Messy E Mulya*

Abstract

The goal of this research is to discover bacteria Neisseria gonorrhoeae infection prevalence on female commercial sex workers in Puger, Jember, East Java. From 52 endoservical mucous samples of female commercial sex worker, we found 40 samples (76,9 %) were infected by intracellular diplococcus form and negative Gram’s staining bacteria in which Neisseria gonorrhoeae.

Key words: Neisseria gonorrhoeae, infection prevalence, commercial sex worker.

*Laboratorium Mikrobiologi FK UNEJ/RSU dr.Soebandi Jember

**Bag/SMF/ Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNEJ/RSU dr.Soebandi Jember

PENDAHULUAN

Menurut data dari Komisi Nasional Anak terdapat sekitar 300.000 Pekerja Seks Komersial (PSK) wanita di seluruh indonesia, sekitar 70.000 diantaranya adalah anak dibawah usia 18 tahun.1 Jumlah PSK wanita yang banyak selain menimbulkan masalah sosial juga menimbulkan banyak masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang utama terjadi pada PSK adalah penyakit menular seksual (PMS), yaitu penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. PSK wanita dapat menjadi sumber penularan kepada masyarakat melalui laki-laki konsumennya. PMS yang umum terjadi di masyarakat adalah Gonorrhea (16-57,7% dari kasus PMS), kemudian Non Gonococal uretritis (24-54%), Candidiasis (23%), Tricomoniasis, Syphilis, Condiloma, Genital Herpes.2

Gonorrhea, jenis PMS klasik yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, keberadaannya sudah diketahui sejak zaman Hipocrates, namun sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan yang belum dapat diatasi secara tuntas. Penyakit ini banyak ditemukan hampir di semua bagian dunia. Laporan WHO pada tahun 1999 secara global terdapat 62 juta kasus baru gonorrhea, 27,2 juta diantaranya terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.3 Di Amerika Serikat pada tahun 2004 terdapat 330.132 kasus penyakit infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, dengan rata–rata 113,5 kasus per 100.000 penduduk.4 Di Jepang terdapat peningkatan kasus infeksi oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang sudah resisten terhadap Ciprofloxacin, dari 6,6% kasus pada tahun 1993-1994 menjadi 24,4% kasus pada tahun 1997-1998.5 Di Indonesia, data dari Departemen Kesehatan RI pada tahun 1988, angka insidensi gonorrhea adalah 316 kasus per 100.000 penduduk.2 Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap PSK wanita menunjukkan bahwa prevalensi gonorrhea berkisar antara 7,4 – 50%.6,7,8

Keberadaan gonorrhea di masyarakat ibarat gunung es, hanya diketahui sebagian kecil di permukaan saja namun sesungguhnya lebih banyak kasus yang tidak terungkap datanya. Penentuan diagnosis penyakit Gonorrhea dengan pemeriksaan mikrobiologis, mencari mikroorganisme penyebab penyakit Gonorrhea yaitu bakteri Neisseria gonorrhoeae.4,9 Keberadaan bakteri diplococcus Gram negative intraseluler di dalam lendir endoservix menunjukkan telah terjadi infeksi pathogen, karena bakteri ini bukan anggota flora normal vagina.10 Infeksi oleh bakteri ini menimbulkan penyakit Gonorrhea yang terutama menyerang saluran urogenital pada laki-laki dan perempuan, dapat pula menginfeksi permukaan mukosa lainnya (mukosa konjunctiva mata, mukosa mulut, mukosa faring, mukosa rektum) dan dapat pula menyebar ke persendian (meskipun jarang).11,12

Penularan bakteri Neisseria gonorhoeae pada orang dewasa yang paling utama adalah melalui kontak seksual. Resiko tertular penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini meningkat pada orang yang sering berganti-ganti pasangan seksual, misalnya PSK wanita atau lelaki konsumennya. Sedangkan penularan melalui kontak langsung dengan mukosa jalan lahir biasa terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.

Untuk mengetahui bagaimana penyebaran penyakit infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita dilokalisasi Puger, Jember, Jawa Timur, dilakukan penelitian ini. Setelah diketahui prevalensinya maka akan dapat dilakukan penyusunan prioritas masalah kesehatan untuk kemudian dilakukan tindakan yang tepat agar penyebarannya di tengah masyarakat dapat diturunkan.

BAHAN DAN CARA

Untuk mengetahui prevalensi infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita di lokalisasi Puger, Jember, Jawa Timur, telah dilakukan penelitian pada tanggal 14 November 2006. Jumlah PSK wanita yang berada di lokalisasi Puger sebanyak 86 orang, namun yang bersedia diambil sampel lendir endoservixnya untuk penelitian ini sebanyak 52 orang, sedangkan yang lainnya menolak.

Pengambilan lendir endoservix pada PSK wanita dilakukan dengan membuka vagina dengan speculum, lalu bagian dalam leher rahim (endoservix) diusap dengan menggunakan lidi kapas steril. Selanjutnya lendir endoservix yang ada pada lidi kapas diusapkan pada obyek glass dan segera difiksasi / dikeringkan. Langkah berikutnya adalah mewarnai preparat dengan cat Gram. Kemudian preparat yang sudah dicat Gram dilihat dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000 kali. Identifikasi bakteri Neisseria gonorrhoeae dilakukan dengan didapatkannya bakteri dengan ciri-ciri bentuk diplococus, bersifat Gram negatif, intra selular.

Hasil

Setelah dilakukan pengambilan sampel, pewarnaan dengan cat Gram, dan pemeriksaan mikroskopis dari 52 sampel PSK wanita didapatkan data seperti dalam tabel 1 dan gambar 1 berikut ini.

Tabel 1. Keberadaan bakteri diplococcus Gram negative intrasellular

Bakteri diplococus, Gram negatif, intrasellular

Jumlah

Persentase (%)

Ada

40

76,9

Tidak ada

12

23,1

52

100

Sumber: Data Primer

Dari tabel diatas tampak bahwa sebanyak 40 sampel (76,9 %) lendir yang diambil dari endoservix PSK wanita di lokalisasi Puger, Jember terinfeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae dengan ciri berbentuk diplococcus dan bersifat Gram Negatif / tampak merah, intrasellular. (Lihat gambar 2). Sedangkan yang tidak terinfeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae sebanyak 12 sampel (23,1%).

P1010015

Gambar 2. Preparat hapusan lendir endoserviks dengan pewarnaan Gram, tampak bakteri N.gonorrhoeae dengan mikroskop pembesaran 1000x

DISKUSI

Bakteri Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri penyebab penyakit gonorrhea. Bakteri ini berbentuk bulat (coccus) sehingga sering pula disebut sebagai Gonococus, susunannya khas berdua-dua (diplococus) seperti biji kopi, ukuran sekitar 0,6 µm x 0,8 µm, pada perwarnaan dengan cat Gram tampak merah (bersifat Gram negatif). Bakteri ini biasanya terdapat didalam sel leucosite (intrasellular). Namun dapat pula terdapat diluar sel.13,14,15,16

Angka prevalensi infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita di lokalisasi Puger, Jember yang tinggi ini (76,9%) tentu sangat menghawatirkan, karena hal ini menunjukkan penyebaran yang masif diantara PSK wanita yang tentunya akan berdampak pada :

  1. Pada PSK wanita, penyakit gonorrhea yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae banyak menginfeksi mukosa mulut leher rahim (endoservix). Gejala yang dapat timbul adalah keputihan (leucorrhea / fluor albus), nyeri saat kencing dan nyeri saat berhubungan seksual (dispareneu) tetapi lebih banyak tidak menimbulkan gejala (asimtomatis). Karena sering asimtomatis inilah banyak wanita tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi bakteri Neisseria gonorhoeae, sehingga penyakitnya baru diketahui setelah timbul komplikasi. Komplikasi yang dapat timbul pada wanita antara lain adalah salfingitis, ovaritis, kehamilan di luar kandungan ( kehamilan ectopic), PID (Pelvic Inflamatory Disease / penyakit radang panggul), dan ketidak suburan (infertilitas).9,11
  2. Pada konsumen laki-laki yang menjadi pelanggan PSK wanita dapat tertular penyakit Gonorrhea, yang umumnya menimbulkan infeksi pada saluran uretra (uretritis gonorrhea) dengan keluhan utama berupa kencing nanah. Keluhan lain adalah nyeri dan rasa panas saat kencing. Adapun komplikasi yang dapat timbul adalah striktur uretra, prostatitis, orchitis, epididimitis.9,11,12
  3. Kemudian laki-laki konsumen yang tertular penyakit Gonorrhea dari PSK wanita dapat pula menularkan kepada wanita lain yang menjadi pasangan seksualnya (istri maupun wanita lainnya). Wanita yang menderita gonorrhea pada saluran urogenitalnya dapat menularkan penyakit ini kepada bayinya saat persalinan pervaginam. Manifestasi klinis pada bayi adalah infeksi pada mucosa konjunctiva mata (ophtalmia neonatorum) yang dapat menimbulkan kebutaan apabila tidak diterapi dengan baik. Keadaan ini tentunya akan memperbesar prevalensi penyakit Gonorrhea di masyarakat yang dapat menimbulkan morbiditas dan komplikasi yang sangat merugikan. 9,11

Usaha penanggulangan penyebaran PMS, termasuk gonorrhea, di masyarakat harus memperhatikan beberapa segi, yaitu: segi medis, segi epidemiologis, segi sosial, ekonomi dan budaya. Segi-segi ini dalam penanggulangan PMS saling berkaitan sehingga harus dilakukan kerjasama secara lintas sektoral. Secara medis penanganan PMS secara komprehensif harus mencakup:11

- Diagnosis yang tepat sedini mungkin.

- Pengobatan yang efektif.

- Konseling kepada pasien dalam rangka KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) mengenai penyakitnya, pentingnya mematuhi pengobatan dan upaya pencegahannya.

- Penanganan terhadap pasangan seksualnya.

Terapi obat untuk gonorrhea akibat meningkatnya galur PPNG (Penisilinase Producing N. gonorrhoeae) adalah dengan menggunakan antibiotika golongan Quinolon, Spektinomisin, Kanamisin, Tiamfenikol dan Sefalosphorin. Karena cepatnya timbul resistensi terhadap antibiotika yang lebih tinggi maka pengobatan gonorrhea dengan Penisilin dan derivatnya serta golongan Quinolon perlu ditinjau efektifitasnya.11

Upaya mencegah penularan dan penyebaran PMS, termasuk Gonorrhea, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae dengan melokalisasi PSK wanita di Puger agar mudah dilakukan pembinaan, pemeriksaaan kesehatan dan pengobatan rutin oleh Dinas Kesehatan ternyata tidak dapat mencegah meluasnya penularan penyakit ini, terbukti sebanyak 76,9 % PSK wanita menderita penyakit Gonorrhea pada saluran genitalnya. Kegagalan upaya pemberantasan penyakit ini antara lain disebabkan oleh:

  1. PSK wanita seringkali keluar dan masuk lokalisasi di daerah lain tanpa pengawasan yang ketat, sehingga menyulitkan pembinaan.
  2. Buruknya kesadaran PSK wanita untuk memperhatikan kesehatan reproduksinya.
  3. Ketidakmauan lelaki untuk menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual dengan PSK wanita.
  4. Kebiasaan penderita gonorrhea (PSK wanita dan konsumennya) membeli dan menggunakan antibiotika secara sembarangan yang memicu timbulnya resistensi bakteri Neisseria gonorrhoeae terhadap beberapa antibiotika (Penicillin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin).

Pencegahan yang efektif adalah dengan perilaku seks yang aman, yaitu setia dengan satu pasangan yang sah, tidak berganti-ganti pasangan seksual, memakai kondom bila melakukan hubungan seksual dengan orang / pasangan yang beresiko tinggi, misalnya PSK wanita. Pengentasan PSK wanita dari lokalisasi juga harus dilakukan agar salah satu sumber rantai penularan dapat diputus. Perlu juga dilakukan konseling pranikah, screening awal terhadap calon pengantin terhadap keberadaan PMS termasuk gonorrhea.

Kesimpulan Dan Saran

Prevalensi penyakit gonorrhea yang disebakan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita di Lokalisasi Puger, Kabupaten Jember sebanyak 76,9%, menunjukkan bahwa penyebaranya sudah sangat luas. Hal ini bisa menjadi indikator bahwa penyebaran penyakit gonorrhea di masyarakat cukup banyak.

Program melokalisasi PSK wanita ternyata kurang berhasil untuk menghentikan penyebaran infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, sehingga diperlukan usaha yang lebih efektif. Program pengentasan PSK wanita dari lokalisasi adalah suatu upaya yang harus dilakukan untuk memutus salah satu sumber penularan gonorrhea pada masyarakat. Pengobatan harus menggunakan obat yang efektif dan perlu dilakukan penelitian tes sensitivitas / kepekaan antibiotika terhadap bakteri Neisseria gonorrhoeae.

Perlu adanya sistem pendataan dan pelaporan PMS secara nasional dan berkala, sehingga bisa diperoleh data-data yang obyektif dan terkini (up to date). Sehingga bisa pula dilakukan penelitian tentang PMS selain gonorrhea, misalnya Chlamydia, Candidiasis, Trichomoniasis, Syphilis, Condiloma, Herpes genitalis dan HIV/AIDS, untuk kemudian dijadikan pijakan dalam melaksanakan program pemberantasan PMS sekaligus untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

KEPUSTAKAAN

1. Sirait AM. 2004, PSK anak, (Cited 16 Desember 2006). Available from URL: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/04/PolitikHukum/1416489.htm .

2. Hamzah. 1991, Prevalence and incidence of STDs, (Cited 16 Desember 2006) Available from URL: http://www.reproline.jhu.edu/english/4morerh/4std/stdproc-j.htm

3. World Health Organization, Global prevalence and incidence of selected curable sexually transmitted infection, 1999.

4. Center for Disease Control and Prevention (CDC) USA. 2004, STD Survailance 2004, (Cited 15 Desember 2006) Available from URL: http://www.cdc.gov/std/Gonorrhea/lab/N.gon.htm.

5. Tanaka, Masatoshi. Antimicrobial resistance of Neisseria gonorhoeae and high prevalence of ciprofloxacin-resistant isolates in Japan, 1993 to 1998, Journal of Clinical Microbiology, 2000, vol.38 No.2 p 521-525.

6. Yuwono DJ, Sedyaningsih ER, Lutam B, Herawati L. Studi resistensi N.gonorrhoeae terhadap antimikroba pada wanita pekerja seks di Jawa Barat. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/022002/art-1.

7. Joesoef MR, Knapp JS, Idajadi A. Antimicrobial susceptibilities of Neisseria gonorrhoeae strains isolated in Surabaya, Indonesia. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 1994;11 p 2530-3.

8. Lesmana M, Lebron CI, Taslim D. In vitro antibiotic susceptibility of Neisseria gonorrhoeae in Jakarta, Antimicrobial Agents and Chemotherapy 2001;1 p 359-62.

9. Rumah Sakit Dr. Soetomo. Pedoman diagnosis dan terapi penyakit kulit dan kelamin, Surabaya, 1994.

10. Djamilah, Lumintang H. Flora normal vagina, Jurnal Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, 2000; 12:2, Lab. Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

11. Daili SF. Tinjauan Penyakit Menular Seksual. Dalam: Juanda A, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, h. 337-354, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.

12. Mcmillan A, Atlas bantu penyakit akibat hubungan seksual, Hipocrates, Jakarta, 1996.

13. Brooks GF, editors. Jawetz, Melnick & Adelberg Mikrobiologi kedokteran, edisi 15, EGC, Jakarta, 1995.

14. Joklik Wolfgang K. editors. Zinsser Microbiology, 19thed, Prentice-Hall of South East Asia, Singapore, 1988.

15. Davis BD, editor. Microbiology, Third Edition, Harper &Row Publisher Inc. Philadelphia, 1980.

16. Hart T. Atlas berwarna mikrobiologi kedokteran, Hipocrates, Jakarta, 1997.

KONTAMINASI BAKTERI COLIFORM PADA AIR ES YANG DIGUNAKAN OLEH PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR KAMPUS UNIVERSITAS JEMBER

(Terpublikasi dalam Jurnal Biomedis Vol 1 No 1 Juni 2007)

M. Ali Shodikin *

ABSTRACT

The presence of Coliform bacteria in the water was indicate the water contaminated by fecal material. To evaluate the presence of Coliform bacteria in the ice water which used by informal food seller around the campus of Jember University, the “Bacteriologic water study” was done. This study use Qualitative approach with 3 stages: Presumptive Test: 3 3 3 tube method to count the Most Probable Number (MPN) of Coliform bacteria, then Confirmed Test: cultivate the positive result on Presumptive Test to the Eosin Metilen Blue (EMB) Agar, and finally Completed Test: the colony stained by Gram’s staining. Results of this study, all the ice water sample (100%) had MPN Coliform bacteria more than 0 / 100 ml, grew well on EMB Agar, Gram’s negative stained, rod bacteria (Bacillus) and non spore forming. Conclusion, all of the ice water sample were contaminated by Coliform bacteria.

Key words: Coliform bacteria, contamination, ice water.

* Lecturer in Microbiology Department, Medical Faculty of Jember University.

PENDAHULUAN

Air minum yang sehat dan aman dikonsumsi oleh manusia harus memenuhi persyaratan yang meliputi syarat fisik, kimia, radioaktivitas dan biologis. Agar terhindar dari penyakit – penyakit yang ditularkan melalui air (water borne diseases), maka air minum harus tidak mengandung mikroba pathogen1. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air diantarannya adalah Disentri, Demam tifoid, Cholera dan Hepatitis. 2 Mikroba pathogen yang sering terdapat di dalam air minum adalah mikroba yang berasal dari kontaminasi bahan fecal (feces / tinja), misalnya bakteri Shigella, Salmonella, Vibrio dan virus Hepatitis A. Tiga tahun terahir ini, banyak mahasiswa Universitas Jember yang menderita penyakit Hepatitis A. Penyakit ini meskipun tingkat kematiannya (mortalitas) rendah namun tingkat kesakitannya (morbiditas) tinggi. Penyakit ini mudah menular dan sering menjadi wabah di suatu wilayah. Penularannya melalui jalur fecal - oral, sehingga mudah mewabah bila air yang dikonsumsi tercemar material fecal yang mengandung virus Hepatitis.

Jumlah mikroba pathogen sangat sedikit sehingga sulit bila digunakan sebagai indikator keberadaannya di dalam air. Sebagai alternatif, keberadaan bakteri yang berasal dari feces yang jumlahnya banyak digunakan sebagai indikator keberadaan mikroba pathogen di dalam air. Bakteri yang digunakan sebagai indikator adalah bakteri Coliform. Keberadaan bakteri Coliform dalam air menunjukkan telah terjadi pencemaran oleh material fecal pada air tersebut. Bakteri coliform didefinisikan sebagai bakteri berbentuk batang, Gram negatif, non spora, fakultatif anaerob, memfermentasi laktosa, menghasilkan asam dan gas. Ciri-ciri diatas adalah sebagian dari petanda bakteri Escerecia coli (E. coli) dan Enterobacter aerogenosa (E. aergenosa).3

Di sekitar kampus Universitas Jember, Jawa Timur, terdapat banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjual makanan dan minuman untuk mahasiswa. Es merupakan bahan yang sering digunakan untuk campuran minuman, untuk mendinginkan dan menambah kesegaran minuman yang dijualnya. Sering air es yang digunakan berasal dari sumber air yang terkontaminasi dan belum direbus. Kondisi ini menimbulkan permasalahan, yaitu apakah ada kontaminasi bakteri coliform pada air es yang digunakan oleh Pedagang Kaki Lima di sekitar kampus Universitas Jember ?

METODE PENELITIAN

Untuk mengetahui adanya kontaminasi bakteri coliform pada air es yang digunakan oleh PKL di sekitar kampus Universitas Jember maka dilakukan penelitian ini yang merupakan penelitian cross sectional. Penelitian bakteriologis air dengan menggunakan metode tabung majemuk (Multiple Tube Method)3. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan secara kualitatif dengan 3 macam tahapan tes, yaitu :

1. Presumptive Test ( Uji Penduga )

Pada tes ini menggunakan deretan tabung yang terdiri dari 9 tabung. Deret tabung pertama terdiri dari 3 tabung yang berisi 10 ml media Laktosa cair, pada masing - masing tabung di isi 10 ml sampel air es. Deret tabung kedua terdiri dari 3 tabung yang berisi 5 ml media Laktosa cair, pada masing - masing tabung di isi 1ml sampel air es. Deret tabung ketiga terdiri dari 3 tabung yang berisi 5 ml media Laktosa cair, pada masing - masing tabung di isi 0,1ml sampel air es.

Kemudian semua tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Bila setelah inkubasi didapatkan gas di dalam tabung Durham yang ada di dalam setiap tabung reaksi, maka diduga telah positif terjadi kontaminasi bakteri coliform pada air sampel.3 Hasil inkubasi dari sederet tabung ini selanjutnya digunakan untuk menentukan Most Probable Number (MPN) atau Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT) dari bakteri coliform / 100ml air. Untuk menentukan MPN, hasil inkubasi yang positif dicocokkan dengan tabel.1.

Tabel 1. Menentukan MPN, Metode Tabung Majemuk (Multiple Tube Test)

NUMBER OF TUBES GIVING POSITIVE REACTION OUT OF

MPN Index per 100 ml

95 PERCENT CONFIDENCE LIMIT

3 of 10ml each

3 of 1ml each

3 of 0.1ml each

Lower

Upper

0

0

1

3

<>

9

0

1

0

3

<>

13

1

0

0

4

<>

20

1

0

1

7

1

21

1

1

0

7

1

23

1

1

1

11

3

36

1

2

0

11

3

36

2

0

0

9

1

36

2

0

1

14

3

37

2

1

0

15

3

44

2

1

1

20

7

89

2

2

0

21

4

47

2

2

1

28

10

150

3

0

0

23

4

120

3

0

1

39

7

130

3

0

2

64

15

380

3

1

0

43

7

210

3

1

1

75

14

230

3

1

2

120

30

380

3

2

0

93

15

380

3

2

1

150

30

440

3

2

2

210

35

470

3

3

0

240

36

1300

3

3

1

400

71

2400

3

3

2

1100

150

4800

2. Comfirmed Test (Uji Konfirmasi)

Pada uji ini dilakukan inokulasi kuman dari tabung yang positif menghasilkan gas (pada Presumptive Test) ke media Eosin Methilen Blue (EMB) Agar. Penanaman ke media EMB Agar bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri yang menghasilkan gas pada Tes Presumptive adalah bakteri E.coli atau bakteri Coliform lainnya.3 Media EMB Agar merupakan media spesifik untuk E. coli. Pada media EMB Agar bakteri coliform akan tumbuh dengan ciri koloni kecil dan warna gelap ditengahnya. Apabila tumbuh koloni dengan penampakan “Metalic Green Shen” maka itu adalah ciri khas koloni bakteri E.coli.

3. Completed Test (Uji Lengkap)

Pada uji ini dilakukan penanaman bakteri dari koloni di EMB Agar ke media Nutrient Agar dan dilakukan pewarnaan Gram. Uji ini untuk memastikan apakah bakteri yang tumbuh adalah bakteri berbentuk batang, Gram negatif, tidak berspora (yang merupakan ciri dari bakteri coliform).3 Namun pada penelitian ini langsung dilakukan pengecatan Gram tanpa menanam kuman pada media Nutrient Agar terlebih dahulu.

Sampel penelitian adalah air es yang digunakan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di sekitar kampus Universitas Jember, Jawa Timur, didapatkan sebanyak 9 (sembilan) sampel. Penelitian dilakukan pada tanggal 27 – 30 September 2006, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

HASIL

Tahapan pertama yaitu Presumptive Test (Uji Penduga), setelah inkubasi selama 24 jam maka hasil yang positif pada masing-masing deret tabung, dicocokkan dengan tabel.1 untuk menentukan MPN bakteri Coliform. Hasil Presumptive Test setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37° C tampak seperti pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Hasil Presumptive Test (Uji Penduga)

SAMPEL AIR ES

DERET PERTAMA

DERET KEDUA

DERET KETIGA

MPN

10 ml

10 ml

10 ml

1 ml

1 ml

1 ml

0,1 ml

0,1 ml

0,1 ml

1

+

+

+

+

+

+

+

+

+

3

3

3

1100

2

+

+

+

+

-

+

-

-

-

3

2

0

93

3

+

+

+

+

+

+

+

+

+

3

3

3

1100

4

+

+

+

+

+

+

+

+

+

3

3

3

1100

5

+

+

+

+

+

+

+

-

+

3

3

2

1100

6

+

+

+

+

+

+

+

+

-

3

3

2

1100

7

+

+

+

+

+

+

+

+

+

3

3

3

1100

8

+

+

+

+

+

+

+

+

+

3

3

3

1100

9

+

+

+

+

+

+

+

+

-

3

3

2

1100

Ket : + = Ada gas di dalam tabung Durham yang ada di setiap tabung reaksi.

- = Tidak ada gas di dalam tabung Durham yang ada di setiap tabung reaksi.

Dari tabel 2 di atas tampak bahwa seluruh 9 sampel air (100%) MPN bakteri Coliformnya lebih dari 0 / 100ml, dengan rincian 8 sampel (88,9%) MPN bakteri Coliformnya 1100 / 100ml dan 1 sampel (11,1%) bakteri Coliformnya 93 / 100 ml. Kemudian pada tahapan kedua (Confirmed Test) didapatkan semua 9 sampel air es (100%) tumbuh pada media EMB Agar. Sebanyak 4 sampel air es (44,4%) tumbuh koloni ukuran kecil-kecil dengan warna hitam di tengahnya tanpa “Metalic green shen”, ini merupakan ciri koloni bakteri coliform yang bukan E.coli dan 5 sampel air es ( 55,6 % ) tumbuh koloni ukuran kecil-kecil dengan warna hitam di tengahnya pada media EMB Agar dengan penampakan “Metalic Green Shen” di sekitar koloni, yang merupakan ciri khas koloni bakteri E. coli. Seperti tampak pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Confirmed Test

Sampel air es

Pada media EMB

Metalic Green Shen

1

*

+

2

*

-

3

*

-

4

*

-

5

*

+

6

*

+

7

*

-

8

*

+

9

*

+

Ket:

* : Tumbuh koloni kecil-kecil dengan warna gelap ditengahnya

+ : Terdapat penampakan “Metalic Green Shen” pada koloni sebanyak 5 sampel (55,6%).

- : Tidak ada penampakan “Metalic Green Shen” pada koloni sebanyak 4 sampel (44,4%).

Selanjutnya pada tahap ketiga, Completed Test, setelah dilakukan pengecatan dengan cat Gram dan dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 kali, didapatkan seluruh 9 sampel (100%), tampak ada bakteri berbentuk batang (bacillus), bersifat Gram negative dan tidak berspora, seperti pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengecatan Gram ( pada Completed Test)

Sampel air es

Pengecatan Gram

Bentuk batang

(bacillus)

Spora

1

Negatif

+

-

2

Negatif

+

-

3

Negatif

+

-

4

Negatif

+

-

5

Negatif

+

-

6

Negatif

+

-

7

Negatif

+

-

8

Negatif

+

-

9

Negatif

+

-

Ket:

Negatif = Dengan pengecatan Gram, tampak bakteri berwarna merah

+ = Bakteri berbentuk batang (bacillus)

- = Tidak berspora

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini pada tahap Presumptive Test seperti tampak pada tabel 1, sebagian besar deret tabung ternyata terjadi perubahan warna media Laktosa cair dari hijau menjadi kuning dan terdapat gas di dalam tabung Durham, hal ini menunjukkan telah terjadi fermentasi laktosa yang ada dalam media Laktosa cair oleh bakteri yang ada di dalam air es, sehingga menghasilkan asam dan gas.4,5 Semua sampel air es diduga telah terkontaminasi bakteri coliform, terlihat dari semua sampel (100%) ternyata MPN bakteri coliformnya > 0 / 100ml, dengan rincian 8 sampel (88,9%) MPN bakteri coliformnya 1100 / 100ml dan 1 sampel (11,1%) bakteri coliformnya 93 / 100 ml. Menurut standard WHO dan Departemen Kesehatan RI, air minum harus memiliki MPN 0 / 100 ml.

Kemudian dilanjutkan dengan tahap Confirmed Test, menunjukkan seluruh sampel air es (100%) tumbuh pada media EMB Agar, koloni keci-kecil dengan warna kehitaman di tengahnya, yang merupakan ciri koloni bakteri coliform.3 Hal ini menunjukkan semua sampel telah terkontaminasi oleh bakteri Coliform. Ada 4 sampel (44,4%) tumbuh koloni tanpa penampakan “Metalic Green Shen” dan 5 sampel (55,6%) tumbuh koloni dengan penampakan “Metalic Green Shene” yaitu penampakan hijau metalik disekitar koloni yang merupakan ciri khas koloni bakteri E. Coli.5 Artinya 55,6 % sampel air es telah terkontaminasi oleh bakteri Coliform spesies E.coli dan 44,4% sampel air es telah terkontaminasi oleh bakteri Coliform lainnya.

Hasil Completed Test menunjukkan semua koloni yang tumbuh pada EMB Agar (100%) setelah diwarnai dengan pengecatan Gram ditemukan bakteri berbentuk batang, warna merah (Gram negative) dan tidak berspora. Artinya seluruh sampel air es di dalamnya terdapat bakteri Coliform.

Hasil penelitian menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Coliform pada air es yang digunakan pada penelitian ini. Kontaminasi air es dapat berasal dari kontaminasi sumber air, misalnya dari sungai dan sumur yang berdekatan dengan septic tank. Dapat pula air es terkontaminasi pada proses pengiriman maupun proses penyajiannya.

KESIMPULAN

Pada semua tahap tampak ciri – ciri bakteri Coliform, pada tahap Presumptive Test tampak memfermentasi laktosa, menghasilkan asam dan gas dengan MPN lebih dari 0/100ml, pada tahap Confirmed Test tampak koloni kecil-kecil dengan warna hitam ditengahnya, pada tahap Completed Test tampak bakteri berbentuk batang, bersifat Gram negative dan tidak berspora. Dari serangkaian pemeriksaan bakteriologis di atas disimpulkan bahwa air es yang digunakan oleh Pedagang Kaki Lima di sekitar kampus Universitas Jember telah terkontaminasi bakteri Coliform sehingga tidak layak dikonsumsi.

SARAN

Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit melalui air es yang digunakan oleh Pedagang Kaki Lima di sekitar kampus Universitas Jember, maka perlu dilakukan :

  1. Penelitian lebih lanjut untuk menemukan dari mana sumber kontaminasi bakteri Coliform pada air es yang digunakan oleh Pedagang Kaki Lima di sekitar kampus Universitas Jember tersebut, sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan yang tepat.
  2. Penyuluhan dan pendidikan kepada Pedagang Kaki Lima agar air yang akan digunakan untuk membuat es harus direbus terlebih dahulu sampai mendidih, agar bakteri yang ada di dalamnya mati. Dan juga pendidikan hygiene dan sanitasi ditempat berjualan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Tartakow, I.J and Voperian J.H: Foodborne and Waterborne Disease, The Avi Publishing Company. Inc, Most Port Connecticut, 1981.
  2. Noor, N.N : Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
  3. Benson, H.J : Microbiological Application, Laboratory Manual in General Microbiology, 7th edition, Mc Graw Hill, Boston, 1998.
  4. Joklik, W.K: Zinsser Microbiology, 19thed, Prentice-Hall of South East Asia, Singapore, 1988.
  5. Brooks, G.F. et al: Jawetz, Melnick & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran, edisi 15, EGC, Jakarta, 1996.