Minggu, 04 Juli 2010

Penyebaran Penyakit Infeksi Bakteri Neisseria gonorrhoeae Pada Pekerja Seks Komersial Wanita Di Lokalisasi Puger Jember

Muhammad Ali Shodikin*, Johny S Erlan**, Messy E Mulya*

Abstract

The goal of this research is to discover bacteria Neisseria gonorrhoeae infection prevalence on female commercial sex workers in Puger, Jember, East Java. From 52 endoservical mucous samples of female commercial sex worker, we found 40 samples (76,9 %) were infected by intracellular diplococcus form and negative Gram’s staining bacteria in which Neisseria gonorrhoeae.

Key words: Neisseria gonorrhoeae, infection prevalence, commercial sex worker.

*Laboratorium Mikrobiologi FK UNEJ/RSU dr.Soebandi Jember

**Bag/SMF/ Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNEJ/RSU dr.Soebandi Jember

PENDAHULUAN

Menurut data dari Komisi Nasional Anak terdapat sekitar 300.000 Pekerja Seks Komersial (PSK) wanita di seluruh indonesia, sekitar 70.000 diantaranya adalah anak dibawah usia 18 tahun.1 Jumlah PSK wanita yang banyak selain menimbulkan masalah sosial juga menimbulkan banyak masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang utama terjadi pada PSK adalah penyakit menular seksual (PMS), yaitu penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. PSK wanita dapat menjadi sumber penularan kepada masyarakat melalui laki-laki konsumennya. PMS yang umum terjadi di masyarakat adalah Gonorrhea (16-57,7% dari kasus PMS), kemudian Non Gonococal uretritis (24-54%), Candidiasis (23%), Tricomoniasis, Syphilis, Condiloma, Genital Herpes.2

Gonorrhea, jenis PMS klasik yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, keberadaannya sudah diketahui sejak zaman Hipocrates, namun sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan yang belum dapat diatasi secara tuntas. Penyakit ini banyak ditemukan hampir di semua bagian dunia. Laporan WHO pada tahun 1999 secara global terdapat 62 juta kasus baru gonorrhea, 27,2 juta diantaranya terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara.3 Di Amerika Serikat pada tahun 2004 terdapat 330.132 kasus penyakit infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, dengan rata–rata 113,5 kasus per 100.000 penduduk.4 Di Jepang terdapat peningkatan kasus infeksi oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang sudah resisten terhadap Ciprofloxacin, dari 6,6% kasus pada tahun 1993-1994 menjadi 24,4% kasus pada tahun 1997-1998.5 Di Indonesia, data dari Departemen Kesehatan RI pada tahun 1988, angka insidensi gonorrhea adalah 316 kasus per 100.000 penduduk.2 Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap PSK wanita menunjukkan bahwa prevalensi gonorrhea berkisar antara 7,4 – 50%.6,7,8

Keberadaan gonorrhea di masyarakat ibarat gunung es, hanya diketahui sebagian kecil di permukaan saja namun sesungguhnya lebih banyak kasus yang tidak terungkap datanya. Penentuan diagnosis penyakit Gonorrhea dengan pemeriksaan mikrobiologis, mencari mikroorganisme penyebab penyakit Gonorrhea yaitu bakteri Neisseria gonorrhoeae.4,9 Keberadaan bakteri diplococcus Gram negative intraseluler di dalam lendir endoservix menunjukkan telah terjadi infeksi pathogen, karena bakteri ini bukan anggota flora normal vagina.10 Infeksi oleh bakteri ini menimbulkan penyakit Gonorrhea yang terutama menyerang saluran urogenital pada laki-laki dan perempuan, dapat pula menginfeksi permukaan mukosa lainnya (mukosa konjunctiva mata, mukosa mulut, mukosa faring, mukosa rektum) dan dapat pula menyebar ke persendian (meskipun jarang).11,12

Penularan bakteri Neisseria gonorhoeae pada orang dewasa yang paling utama adalah melalui kontak seksual. Resiko tertular penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini meningkat pada orang yang sering berganti-ganti pasangan seksual, misalnya PSK wanita atau lelaki konsumennya. Sedangkan penularan melalui kontak langsung dengan mukosa jalan lahir biasa terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.

Untuk mengetahui bagaimana penyebaran penyakit infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita dilokalisasi Puger, Jember, Jawa Timur, dilakukan penelitian ini. Setelah diketahui prevalensinya maka akan dapat dilakukan penyusunan prioritas masalah kesehatan untuk kemudian dilakukan tindakan yang tepat agar penyebarannya di tengah masyarakat dapat diturunkan.

BAHAN DAN CARA

Untuk mengetahui prevalensi infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita di lokalisasi Puger, Jember, Jawa Timur, telah dilakukan penelitian pada tanggal 14 November 2006. Jumlah PSK wanita yang berada di lokalisasi Puger sebanyak 86 orang, namun yang bersedia diambil sampel lendir endoservixnya untuk penelitian ini sebanyak 52 orang, sedangkan yang lainnya menolak.

Pengambilan lendir endoservix pada PSK wanita dilakukan dengan membuka vagina dengan speculum, lalu bagian dalam leher rahim (endoservix) diusap dengan menggunakan lidi kapas steril. Selanjutnya lendir endoservix yang ada pada lidi kapas diusapkan pada obyek glass dan segera difiksasi / dikeringkan. Langkah berikutnya adalah mewarnai preparat dengan cat Gram. Kemudian preparat yang sudah dicat Gram dilihat dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000 kali. Identifikasi bakteri Neisseria gonorrhoeae dilakukan dengan didapatkannya bakteri dengan ciri-ciri bentuk diplococus, bersifat Gram negatif, intra selular.

Hasil

Setelah dilakukan pengambilan sampel, pewarnaan dengan cat Gram, dan pemeriksaan mikroskopis dari 52 sampel PSK wanita didapatkan data seperti dalam tabel 1 dan gambar 1 berikut ini.

Tabel 1. Keberadaan bakteri diplococcus Gram negative intrasellular

Bakteri diplococus, Gram negatif, intrasellular

Jumlah

Persentase (%)

Ada

40

76,9

Tidak ada

12

23,1

52

100

Sumber: Data Primer

Dari tabel diatas tampak bahwa sebanyak 40 sampel (76,9 %) lendir yang diambil dari endoservix PSK wanita di lokalisasi Puger, Jember terinfeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae dengan ciri berbentuk diplococcus dan bersifat Gram Negatif / tampak merah, intrasellular. (Lihat gambar 2). Sedangkan yang tidak terinfeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae sebanyak 12 sampel (23,1%).

P1010015

Gambar 2. Preparat hapusan lendir endoserviks dengan pewarnaan Gram, tampak bakteri N.gonorrhoeae dengan mikroskop pembesaran 1000x

DISKUSI

Bakteri Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri penyebab penyakit gonorrhea. Bakteri ini berbentuk bulat (coccus) sehingga sering pula disebut sebagai Gonococus, susunannya khas berdua-dua (diplococus) seperti biji kopi, ukuran sekitar 0,6 µm x 0,8 µm, pada perwarnaan dengan cat Gram tampak merah (bersifat Gram negatif). Bakteri ini biasanya terdapat didalam sel leucosite (intrasellular). Namun dapat pula terdapat diluar sel.13,14,15,16

Angka prevalensi infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita di lokalisasi Puger, Jember yang tinggi ini (76,9%) tentu sangat menghawatirkan, karena hal ini menunjukkan penyebaran yang masif diantara PSK wanita yang tentunya akan berdampak pada :

  1. Pada PSK wanita, penyakit gonorrhea yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae banyak menginfeksi mukosa mulut leher rahim (endoservix). Gejala yang dapat timbul adalah keputihan (leucorrhea / fluor albus), nyeri saat kencing dan nyeri saat berhubungan seksual (dispareneu) tetapi lebih banyak tidak menimbulkan gejala (asimtomatis). Karena sering asimtomatis inilah banyak wanita tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi bakteri Neisseria gonorhoeae, sehingga penyakitnya baru diketahui setelah timbul komplikasi. Komplikasi yang dapat timbul pada wanita antara lain adalah salfingitis, ovaritis, kehamilan di luar kandungan ( kehamilan ectopic), PID (Pelvic Inflamatory Disease / penyakit radang panggul), dan ketidak suburan (infertilitas).9,11
  2. Pada konsumen laki-laki yang menjadi pelanggan PSK wanita dapat tertular penyakit Gonorrhea, yang umumnya menimbulkan infeksi pada saluran uretra (uretritis gonorrhea) dengan keluhan utama berupa kencing nanah. Keluhan lain adalah nyeri dan rasa panas saat kencing. Adapun komplikasi yang dapat timbul adalah striktur uretra, prostatitis, orchitis, epididimitis.9,11,12
  3. Kemudian laki-laki konsumen yang tertular penyakit Gonorrhea dari PSK wanita dapat pula menularkan kepada wanita lain yang menjadi pasangan seksualnya (istri maupun wanita lainnya). Wanita yang menderita gonorrhea pada saluran urogenitalnya dapat menularkan penyakit ini kepada bayinya saat persalinan pervaginam. Manifestasi klinis pada bayi adalah infeksi pada mucosa konjunctiva mata (ophtalmia neonatorum) yang dapat menimbulkan kebutaan apabila tidak diterapi dengan baik. Keadaan ini tentunya akan memperbesar prevalensi penyakit Gonorrhea di masyarakat yang dapat menimbulkan morbiditas dan komplikasi yang sangat merugikan. 9,11

Usaha penanggulangan penyebaran PMS, termasuk gonorrhea, di masyarakat harus memperhatikan beberapa segi, yaitu: segi medis, segi epidemiologis, segi sosial, ekonomi dan budaya. Segi-segi ini dalam penanggulangan PMS saling berkaitan sehingga harus dilakukan kerjasama secara lintas sektoral. Secara medis penanganan PMS secara komprehensif harus mencakup:11

- Diagnosis yang tepat sedini mungkin.

- Pengobatan yang efektif.

- Konseling kepada pasien dalam rangka KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) mengenai penyakitnya, pentingnya mematuhi pengobatan dan upaya pencegahannya.

- Penanganan terhadap pasangan seksualnya.

Terapi obat untuk gonorrhea akibat meningkatnya galur PPNG (Penisilinase Producing N. gonorrhoeae) adalah dengan menggunakan antibiotika golongan Quinolon, Spektinomisin, Kanamisin, Tiamfenikol dan Sefalosphorin. Karena cepatnya timbul resistensi terhadap antibiotika yang lebih tinggi maka pengobatan gonorrhea dengan Penisilin dan derivatnya serta golongan Quinolon perlu ditinjau efektifitasnya.11

Upaya mencegah penularan dan penyebaran PMS, termasuk Gonorrhea, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae dengan melokalisasi PSK wanita di Puger agar mudah dilakukan pembinaan, pemeriksaaan kesehatan dan pengobatan rutin oleh Dinas Kesehatan ternyata tidak dapat mencegah meluasnya penularan penyakit ini, terbukti sebanyak 76,9 % PSK wanita menderita penyakit Gonorrhea pada saluran genitalnya. Kegagalan upaya pemberantasan penyakit ini antara lain disebabkan oleh:

  1. PSK wanita seringkali keluar dan masuk lokalisasi di daerah lain tanpa pengawasan yang ketat, sehingga menyulitkan pembinaan.
  2. Buruknya kesadaran PSK wanita untuk memperhatikan kesehatan reproduksinya.
  3. Ketidakmauan lelaki untuk menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual dengan PSK wanita.
  4. Kebiasaan penderita gonorrhea (PSK wanita dan konsumennya) membeli dan menggunakan antibiotika secara sembarangan yang memicu timbulnya resistensi bakteri Neisseria gonorrhoeae terhadap beberapa antibiotika (Penicillin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin).

Pencegahan yang efektif adalah dengan perilaku seks yang aman, yaitu setia dengan satu pasangan yang sah, tidak berganti-ganti pasangan seksual, memakai kondom bila melakukan hubungan seksual dengan orang / pasangan yang beresiko tinggi, misalnya PSK wanita. Pengentasan PSK wanita dari lokalisasi juga harus dilakukan agar salah satu sumber rantai penularan dapat diputus. Perlu juga dilakukan konseling pranikah, screening awal terhadap calon pengantin terhadap keberadaan PMS termasuk gonorrhea.

Kesimpulan Dan Saran

Prevalensi penyakit gonorrhea yang disebakan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae pada PSK wanita di Lokalisasi Puger, Kabupaten Jember sebanyak 76,9%, menunjukkan bahwa penyebaranya sudah sangat luas. Hal ini bisa menjadi indikator bahwa penyebaran penyakit gonorrhea di masyarakat cukup banyak.

Program melokalisasi PSK wanita ternyata kurang berhasil untuk menghentikan penyebaran infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, sehingga diperlukan usaha yang lebih efektif. Program pengentasan PSK wanita dari lokalisasi adalah suatu upaya yang harus dilakukan untuk memutus salah satu sumber penularan gonorrhea pada masyarakat. Pengobatan harus menggunakan obat yang efektif dan perlu dilakukan penelitian tes sensitivitas / kepekaan antibiotika terhadap bakteri Neisseria gonorrhoeae.

Perlu adanya sistem pendataan dan pelaporan PMS secara nasional dan berkala, sehingga bisa diperoleh data-data yang obyektif dan terkini (up to date). Sehingga bisa pula dilakukan penelitian tentang PMS selain gonorrhea, misalnya Chlamydia, Candidiasis, Trichomoniasis, Syphilis, Condiloma, Herpes genitalis dan HIV/AIDS, untuk kemudian dijadikan pijakan dalam melaksanakan program pemberantasan PMS sekaligus untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

KEPUSTAKAAN

1. Sirait AM. 2004, PSK anak, (Cited 16 Desember 2006). Available from URL: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/04/PolitikHukum/1416489.htm .

2. Hamzah. 1991, Prevalence and incidence of STDs, (Cited 16 Desember 2006) Available from URL: http://www.reproline.jhu.edu/english/4morerh/4std/stdproc-j.htm

3. World Health Organization, Global prevalence and incidence of selected curable sexually transmitted infection, 1999.

4. Center for Disease Control and Prevention (CDC) USA. 2004, STD Survailance 2004, (Cited 15 Desember 2006) Available from URL: http://www.cdc.gov/std/Gonorrhea/lab/N.gon.htm.

5. Tanaka, Masatoshi. Antimicrobial resistance of Neisseria gonorhoeae and high prevalence of ciprofloxacin-resistant isolates in Japan, 1993 to 1998, Journal of Clinical Microbiology, 2000, vol.38 No.2 p 521-525.

6. Yuwono DJ, Sedyaningsih ER, Lutam B, Herawati L. Studi resistensi N.gonorrhoeae terhadap antimikroba pada wanita pekerja seks di Jawa Barat. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/022002/art-1.

7. Joesoef MR, Knapp JS, Idajadi A. Antimicrobial susceptibilities of Neisseria gonorrhoeae strains isolated in Surabaya, Indonesia. Antimicrobial Agents and Chemotherapy 1994;11 p 2530-3.

8. Lesmana M, Lebron CI, Taslim D. In vitro antibiotic susceptibility of Neisseria gonorrhoeae in Jakarta, Antimicrobial Agents and Chemotherapy 2001;1 p 359-62.

9. Rumah Sakit Dr. Soetomo. Pedoman diagnosis dan terapi penyakit kulit dan kelamin, Surabaya, 1994.

10. Djamilah, Lumintang H. Flora normal vagina, Jurnal Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, 2000; 12:2, Lab. Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

11. Daili SF. Tinjauan Penyakit Menular Seksual. Dalam: Juanda A, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, h. 337-354, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2002.

12. Mcmillan A, Atlas bantu penyakit akibat hubungan seksual, Hipocrates, Jakarta, 1996.

13. Brooks GF, editors. Jawetz, Melnick & Adelberg Mikrobiologi kedokteran, edisi 15, EGC, Jakarta, 1995.

14. Joklik Wolfgang K. editors. Zinsser Microbiology, 19thed, Prentice-Hall of South East Asia, Singapore, 1988.

15. Davis BD, editor. Microbiology, Third Edition, Harper &Row Publisher Inc. Philadelphia, 1980.

16. Hart T. Atlas berwarna mikrobiologi kedokteran, Hipocrates, Jakarta, 1997.

2 komentar:

  1. maaf pak numpang tanya
    minta infonya dokter penyakit kelamin di surabaya dan sidoarjo. soalnya saya tinggal di sidoarjo. kalo bisa alamat lengkapnya.
    tolong di sms 085732633307

    BalasHapus
  2. Numpang Tanya ya Pak.
    Bagaimana jika hasil hapus Uretra terakhir "Diplococcus Gram Negative Extracell" Apakah bahaya juga atau apakah Itu berdampak depannya ke HIV/Aids. Sementara sudah cek darah 2 kali hasil Nonreaktif dalam jedah waktu hampir 1 thn. Mohon penjelasannya. Terima kasih banyak.. (Andri)

    BalasHapus